Pengajaran bagian dari Pendidikan. Pendidikan adalah tuntunan bagi tumbuhnya segala kodrati pada diri peserta didik sesuai alamiahnya sehingga mereka dapat mencapai tujuan hidupnya, kesejahteraan, dan kebahagiaan yang dicita-citakan sesuai harapan keluarga dan memenuhi norma-norma masyarakat. Pengajaran dan pendidikan menurut KHD adalah perangkat yang saling terkoneksi intensif sebagai instrumen pembangunan tabiat, watak, kepribadian hingga menjadi karakter peserta didik dibarengi pendidikan yang berdasarkan kebiasaan dan tidak menetap di kehidupan keluarganya masing-masing hingga dihibridasi selayaknya petani yang memelihara tanaman dengan keahlian pengukir yang tidak pernah berhenti belajar di lingkungan wiyata mandala untuk membantu menumbuhkan kemauan, kecerdasan angan-angan hingga ketertiban lahiriah dan batiniah yang tercantum dalam etika dan estetika sesuai hakikat manusia paripurna.
“Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21)
Mengenai Pendidikan dengan perspektif global, Ki Hadjar Dewantara mengingatkan bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal sosial budaya Indonesia. Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya yang ada di Indonesia. Kekuatan sosial budaya Indonesia yang beragam dapat menjadi kekuatan kodrat alam dan zaman dalam mendidik.
Pada bagian ini sangat penting bahwa filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin yakni menyesuaikan kondisi luar (eksternal) dengan kondisi di dalam untuk wiyata mandala (persekolahan), lingkungan, keluarga, rekan sejawat hingga peserta didik agar pendidikan sejalan dan sesuai dengan kodrat alam maupun kodrat zaman. Pengambilan keputusan yang berbasis pada jangka pendek vs jangka panjang dan prinsip berbasis hasil akhir agar dapat bersaing dengan siswa atau bangsa-bangsa Mancanegara merupakan pondasi dasar penuntun pendidikan nasional Indonesia.
Sebagaimana Pratap Pitaloka Guru Penggerak itu menjalankan filosofi among Ki Hadjar Dewantara: Ing Ngarso Sung Tulada (menjadi teladan, memimpin, contoh kebajikan, patut ditiru atau baik untuk dicontoh oleh orang lain perbuatan-kelakuan-sifat dan lainlainnya), Ing Madya Mangun Karsa (memberdayakan, menyemangati, membuat orang lain memiliki kekuatan, kemampuan, tenaga, akal, cara, dan sebagainya demi memperbaiki kualitas diri mereka), serta Tut Wuri Handayani (mempengaruhi, memelihara, dan memprovokasi kebajikan serta kualitas positif lain agar orang lain bertumbuh dan maju).
Sebagai pemimpin pembelajaran yang mengambil keputusan yang bertanggung jawab, berbasis nilai-nilai kebajikan universal seperti beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berakhlak Mulia, bertanggung jawab, disiplin, terbuka, merdeka, kreatif, inisiatif, mandiri, berkolaborasi (gotong royong), jujur, berintegritas. Sebagian kecil nilai-nilai kebajikan ini tertanam dalam insan pendidikan Indonesia yang menjadi pedoman pengambilan keputusan yang berkeadilan dan berpihak terutama kepada peserta didik yang memerdekakan mereka untuk meraih cita-cita melalui pengembangan dan pematangan potensi dirinya menjadi manusia merdeka demi mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Guru Penggerak pun mengadopsi kerangka berpikir inkuiri-apresiatif dalam memimpin perubahan sehingga mereka lugas dalam mengemas pertanyaan-pertanyaan pemantik dialog yang mengungkap potensi, kekuatan atau aset individu maupun sekolah demi pencapaian visi bersama. Inkuiri-apresiatif juga dapat menjadi alat bantu dalam proses mengelola perubahan yang secara lebih mendetail yang bermakna bahwa Guru Penggerak mengedepankan komunikasi berbasis hasil akhir dalam jangka panjang dengan berparadigma etika, akal dan moral dalam mengambil keputusan seperti cinta kasih, kebenaran, keadilan, kebebasan (kemerdekaan), persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup. Yang berkaitan dengan keberadaan individu dalam kelompoknya (komunitasnya), pertimbangan antara rasa keadilan terhadap rasa kasihan (kasih sayang), kebenaran dengan kesetiaan (merawat hubungan antar insan jangka panjang), termasuk kodrat waktu yang menyiratkan kodrat alam (individu maupun lingkungannya) termaktub dalam nilai-nilai diri seorang Guru Penggerak yang Pemimpin Pembelajaran dalam mengambil keputusan.
materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil – mengambil keputusan dengan berpola pikir coaching bermakna menggali mitra-mitra sejawat kita untuk memaksimalkan potensi diri dengan pemantik dan tuntunan serta panduan yang coach berikan dalam mengoptimalkan pengambilan keputusan demi pengembangan diri dan akhirnya memantik perkembangan peserta didik dan sekolah sebagai institusi moral skala besar.
Jika masih ada yang meragukan pengambilan keputusan tersebut telah efektif atau belum, serta masih ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan yang telah kita ambil maka kita senantiasa melakukan refleksi berdasarkan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan terutama yang terkait dengan dilema etika dan kita menegaskan tidak ada bujukan moral yang akan meruntuhkan kebersamaan dan integritas dalam menjalankan persekolahan dan merawat hubungan sosial yang penuh kesadaran diri, pengelolaan diri serta kesadaran sosial yang bertanggung jawab. Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab memiliki rencana atau pola gambaran dalam BAGJA yang harus menjadi rangkaian tetap basis data pengambilan keputusan dan bukan keputusan spontan sekalipun ada restitusi dan pemulihan akan setiap pengambilan keputusan yang keliru.
Sejauh ini kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika sangat berarti dan guru juga diberdayakan untuk mengendalikan emosinya penuh tanggung jawab dengan metode refleksi mindfulness serta STOP secara rutin dan berkesinambungan. Kita menyadari hakikat insan yang menghargai kehidupan dan menghargai kerja sama dengan orang lain karena kita adalah mahluk sosial. Mengambil keputusan berdasarkan emosional lebih banyak mudaratnya dibandingkan maslahat yang didapat sehingga harus selalu disadari sosial emosional sangat berperan strategis dan berkelanjutan.
Pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik yang terpublikasi dan tersebar di khalayak ramai harus menjadi rujukan atau referensi tetap agar guru-guru dan insan pendidik tidak terjebak dalam arus bujukan moral yang meniadakan nilai-nilai kebajikan universal.
Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Hal ini sejalan dengan budaya positif yang membimbing guru-guru membangun kesepakatan kelas, kesepakatan sekolah sehingga menjadi budaya sekolah yang berkesinambungan dengan menghargai peserta didik bukan obyek melainkan subyek yang berpihak pada mereka dan minat serta kebutuhannya yang telah dirancang dalam BAGJA. Pengambilan keputusan yang tepat dengan memperlihatkan kemurahan hati dan kasih sayang serta menyamaratakan perlakuan bukan membengkokkan peraturan berdasarkan kebaikan hati atau rasa kasihan kepada murid-murid melainkan kita menanamkan konsekuensi dalam prinsip pengambilan keputusan yang berlaku umum, absolut namun tetap memandang hati nurani kebenaran dan kejujuran.
Tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini, banyak sekali peraturan yang dibengkokkan menjadi bujukan moral dan segala sesuatu dilematika ini berakhir dengan tindakan-tindakan yang tidak elok, kurang terpuji dan berakhir pada hasil yang tidak bertanggung jawab membuat degradasi moral di kalangan pendidik bahkan merambah pada kepercayaan dan keyakinan peserta didik terhadap sekolah sebagai institusi pembina moral dengan personal-personal yang tidak berintegritas. Tentu saja dengan pengimbasan hasil pendidikan guru penggerak ini terjadi perubahan paradigma dalam sekolah kami untuk mencapai terbentuknya insan profil pelajar Pancasila dalam enam dimensi dan diperkuat filosofis pendidikan nasional yang dikaitkan dengan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab berdasarkan diferensiasi setiap warga sekolahnya juga memandang aspek sosial emosional yang dinamis dalam setiap keputusan yang diterapkan serta tetap melakukan refleksi atas setiap hasil yang didapat setiap harinya. Dengan pembelajaran berdiferensiasi melalui diferensiasi konten, diferensiasi proses hingga diferensiasi produk sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan yang saya ambil juga rekan-rekan lainnya melalui pengajaran yang memerdekakan murid-murid kami. Pembelajaran berdiferensiasi ini sangat cocok dengan kebutuhan dan minat belajar murid serta aspek sosial emosional mereka juga bebas berekspresi dengan tidak melulu menggunakan gaya belajar yang monoton serta salah terap pada personal yang menyukai gaya-gaya belajar tertentu. Dengan kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda memberikan nilai-nilai kebajikan universal salah satunya adalah keadilan dan kebebasan yang bertanggung jawab.
Seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya merupakan sebuah keniscayaan dan kepercayaan penuh dari orang tua murid dan murid itu sendiri, karena mereka menjadi menyukai dan benar-benar menjalani proses pembelajaran sesuai gaya masing-masing yang tidak dikekang sehingga terbitlah pematangan emosi, berkembangnya sikap sosial murid akan membawa dampak positif terbentuknya jiwa-jiwa sebagai pribadi yang memenuhi dimensi pelajar berprofil Pancasila.
Modul ini semakin mengokohkan keterkaitan fundamental proses pembelajaran abad 21 dan mengedepankan diferensiasi setiap peserta didik, memperlakukan mereka sebagai subyek bukan sebagai obyek dan mendidik bukan menuntut melain menuntun mereka agar dapat berkembang sesuai kodrat zaman dan kodrat alamnya. Guru menyesuaikan agar semakin optimal dalam mendidik yang merupakan tugas dan tanggung jawab bersama dengan orang tua murid di rumah mereka dalam lingkup keluarga. Mempererat kerjasama dan tanggung jawab semua pihak demi mencapai Indonesia Emas 2045.
Pemahaman Saya tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan. Karena masih banyak insan-insan pemimpin pembelajaran yang kurang menyadari dan bahkan terkesan kurang peduli, langkah-langkah taktis pengambilan keputusan sangat efektif dan efisien dalam menyelesaikan masalah dengan memetakan pihak-pihak yang terkait dan keputusan akhir yang memenangkan semua pihak dengan keadilan, pemerataan dan mengedepankan rasa sosial dalam lingkungan emosional sebagai sebuah komunitas praktisi yang bertanggung jawab.
Sebelum mempelajari modul ini saya mengambil keputusan tidak terarah dan sporadis dan setelah saya memahaminya maka keputusan yang saya ambil terutama menyangkut dilema etika dalam dunia pendidikan semakin dapat saya pertanggungjawabkan dan argumen-argumen saya tetap dapat diterima dalam kerangka berpikir demokratis dan kebersamaan dalam asas kekeluargaan dan gotong royong sebuah kemandirian komunitas praktisi pembelajar Pancasila.
Semakin lama saya mempelajari modul 3.1 ini dikaitkan dengan modul-modul sebelumnya semakin komprehensif dan semakin menajam (konvergen) pemahaman saya akan pentingnya langkah-langkah tepat dan efisien dalam mengambil keputusan yang memiliki banyak pertentangan dan sekilas terlihat benar dengan lebih baik lagi.
Saya semakin yakin dan percaya diri setelah mempelajari modul ini untuk mengambil keputusan dan mempersiapkan diri saya di era yang akan datang dengan banyaknya tantangan yang silih berganti kadang cepat kadang lambat yang harus direspon dengan jawaban atau keputusan yang memenangkan semua pihak yang mempertentangkan etika dan membuatnya menjadi dilema. Sebagai individu yang terus bergerak, saya menerapkan prinsip Guru Penggerak untuk tergerak, bergerak dan menggerakkan rekan-rekan sejawat saya, komunitas-komunitas yang saya ikuti dan berperan di dalamnya dengan menerapkan pengetahuan dan bekal latihan untuk membangun Indonesia semakin maju dan jaya di masa yang akan datang.
.jpeg)
0 Komentar